TRAUMA PANJANG si LAJANG

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh – sungguh (urusan) lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

Saya ingin membuka kolom ini dengan secuil kisah menggetirkan yang saya dapatkan dari seorang kawan. Begini cerintanya :

Sebut saja namanya Laela. 27 tahun usianya. Semasa kuliah di universitas ternama di kota B, ia pernah menjalin hubungan serius dengan seorang pria. Rado namanya, 29 tahun. Ia suatu kali, begitu yakin bahwa Rado, pria yang menjadi teman dekatnya itu kelak akan menjadi suaminya. Betapa tidak? Rado tidak hanya mencintainya sepenuh hati, tapi juga begitu diterima oleh orang tuanya. Ia mapan, baik dan perhatian; tidak hanya kepada Laela, tapi juga kepada keluarga Laela.

Hubungan sejoli Laela dan Rado seperti jalan tol; lurus dan mulus. Tak aneh bila mereka begitu lekat dan tak canggung lagi dalam berrelasi. Mereka pun berjanji akan mengabadikan cinta dalam buhul pernikahan. Sayang, kisah cinta mereka tak selamanya menjadi gula-gula. Serupa kehidupan, ada pahit dan getir juga.

Suatu saat, kisah insane ini menemukan jalan buntunya. Meski orangtua Laela sudah sepakat, tidak begitu dengan orang tua sang arjuna. Ibu Rado rupanya menentang keras rencana suci mereka. “Bila sekadar berteman baik, Mama setuju saja kamu berhubungan dengan Laela. Tapi untuk pernikahan, Mama tidak setuju! Dia bukan suku kita. Dia bukan derajat kita. Mama tidak ikhlas dunia akherat bila kamu beristrikan Laela.” Mendengar jawaban sang ibu yang keras dan tegas, Rado tak bisa berkutik. Ia,yang memang begitu menyayangi ibundanya, merasa harus manut. Apalagi, orangtuanya hanya tinggal sang ibu, yang juga punya penyakit darah tinggi. Tentu, sungguh berbahaya bila ia ngotot menikahi Laela.

Laela sendiri hanya bisa menangis mendengar keputusan Rado untuk menyudahi jalinan cinta mereka. Ia tidak terima arjunanya begitu pengecut. Terlebih, hubungan mereka sudah seperti suami istri. Rado sudah melepaskan keperjakaannya bersama Laela. Begitu pula Laela, yang rela melepas kegadisannya lantaran yakin bakal menikah dengan Rado.

Singkat kisah, selepas asmara mereka berakhir, Laela menjadi dingin terhadap lelaki. Ia malas membina hubungan serius lagi dengan pria manapun. Yang lebih mengenaskan, kehidupan metropolis di kota B membuatnya memutuskan untuk menaklukkan laki – laki dengan caranya. Ia merasa puas bila laki – laki yang sudah ditidurinya tergila – gila padanya. Setelah itu ia menghilang dan mencampakan laki – laki tersebut. Memang, tidak sembarang pria yang dikencaninya. Ia hanya mau mengencani pria berstatus social tinggi. Hingga kini, Laela masih mengembara.

Begitulah, sahabat. Kiranya, saya tak perlu menuntaskan kisah Laela dan Rado ini. Tragis, memang. Sebagai muslimah, tentu, anda ingin berharap tak ingin kisah cinta anda berakhir seperti Laela. Di hati anda, saya harap, masih ada benteng terakhir bernama; iman, yang setia mengobati anda, menjauhkan anda dari efek – efek negative dari trauma. Anda tentu tak ingin membalas dendam dengan cara yang justru menjerumuskan diri sendiri. Sebab, toh, tak ada gunanya. Yang bakal rugi dan sakit anda sendiri, sementara sang arjuna yang anda ‘dendami’ sudah bebas berkelana dengan gadis lain yang dipilihnya. Padahal, bukankah anda juga berhak bahagia demi hidup anda ke depan.

Kendati demikian, mengobati trauma bukanlah hal mudah. Banyak para lajang yang – hingga saat ini- belum menikah dikarenakan problem – problem traumatic. Akar musababnya sungguh beragam. Mulai dari kasus seperti dialami Laela di atas hingga kasus – kasus semisal mahar yang tak sepadan, pasangan pria belum mapan, pernah dilecehkan ayah tiri, dan lain – lainnya.

Anda pun mulai berhitung dan berhati – hati untuk mengubah status dari single ke double, dari lajang ke menikah. Tentu saja, sikap traumatic si lajang ini tak bisa dibiarkan terus menerus. Kalau tidak, wah-wah, bisa jadi perawan (jejaka) tua yang terus hidup di dalam tempurung. Karena itulah, perlu trik dan terapi khusus untuk mengikis penyakit trauma ini.

Mengatasi trauma

Trauma, bila mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah kondisi jiwa atau tingkah laku yang tidak normal lantaran tekanan jiwa atau cedera jasmani. Ada luka berat yang bertahta di kalbu manuasia yang mengalami trauma kejiwaan. Sikap paranoid (ketakutan berlebihan) merupakan salah satu efeknya. Seseorang yang sudah trauma lazimnya sangat ketakutan mendekati segala hal yang pernah merugikan dirinya.

Tak aneh, bila Prof. Merel Kindt dan para koleganya dari Universitas Amsterdam pernah menulis bahwa, “Jutaan orang menderita (trauma) akibat ketakstabilan mental dan berulangkali timbul ketakutan, bahkan setelah sukses dalam terapi sekalipun…” (lihat republikanewsroom.com)

Karena itu, wajar bila para lajang yang trauma akan kesulitan menjalin kasih yang baru, apalagi sih untuk memutuskan menikah. Sungguh berat dan butuh pertimbangan berkali – kali. Hal inilah yang diamini para dokter dan psikolog. Daniel Sokol, doctor sekaligus pendidik di Etika Medis di St. George, Universitas London, misalnya, mengatakan; “Menyingkirkan kenangan buruk tidak seperti menghilangkan rasa gatal atau tahi lalat di tubuh.” (lihat republikanewsroom.com)

Dan apa jadinya bila kenangan buruk itu dipelihara di lubuk jiwa dari masa ke masa? Bila ia ditamsilkan seperti cermin, maka warnanya tidak lagi bening dan jernih. Cermin itu sudah hitam dan berkarat. Bayangkanlah bila cermin yang anda miliki tak lagi bisa dimanfaatkan untuk berkaca, mematut-matutkan diri. Anda pun, akhirnya, tak mampu lagi melihat diri sendiri. Apakah masih memiliki jiwa yang halus atau kasar? Apakah hidup anda masih menyimpan kebahagiaan dan kesempatan indah atau sebaliknya? Demikianlah trauma. Begitulah akibat kenangan buruk yang terus di pupuk di dalam jiwa. Untuk itu, menurut saya, ada dua hal yang barangkali berguna untuk mengikis trauma ini sehingga menjadi berkah kembali:

Pertama, hiduplah hari ini. Lajang yang hidup dalam trauma sejatinya hidup di masa sekarang tapi jiwanya berada di masa lalu. Masa kelam yang telah dilaluinya terus dipupuk di saat ini. Ia mengalami detik , menit, dan jam bersama hantu masa lalu. Ia tidak menikmati masa kekinian dan kedisiniannya secara utuh. Ia berjalan membawa sekarung kotoran masa lalu di bahunya. Begitu berat. Begitu lelah. Ia tidak akan pernah nyaman dan lapang ketika melangkah dan bergerak.

Sementara, dalam memandang masa depan, ia sudah memutuskan misterinya sendiri; penderitaan dan ketakutan. Ia tidak lagi melihat didalam masa depan itu ada harapan baru dan kemungkinan baik yang membahagiakan. Padahal, masa depan adalah misteri yang sangat membuka pintu – pintu harapan dan jendela-jendela anugerah baru. Bukankah Allah selalu menjajikan dalam setiap kesulitan selalu ada kemudahan?karena sesungguhnya di dalam kesulitan itu ada kemudahan…” Untuk meyakinkan umat-Nya yang peragu, pernyataan dalam surat Alam Nasyrah ayat 5-8 ini diulanginya lagi: “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu sudah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh – sungguh (urusan) lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”

Firman tersebut menegaskan bila Allah saja menggaransi kebaikan dan harapan indah yang baru, kenapa, sebagai hamba-Nya, anda meragukan kabar baik di masa yang akan datang. Untuk itulah, sudah saatnya, anda menikmati hidup di masa kini dengan jiwa yang tak lagi terbebat hantu masa lalu. Sikap ini merupakan sunatullah; sebuah kewajiban mutlak bila anda ingin mengubah cermin di lubuk hati anda tidak lagi berkarat dan hitam. Bagaimanakah anda akan menemukan pasangan hidup yang baru, bila mengatasi diri sendiri saja sudah kedodoran? Bagaimanakah anda akan membina rumah tangga masa depan, bila masa lalu yang kelam saja belum anda tuntaskan? Tentu tidak, bukan?

Kedua, Anda berhak bahagia. Akibat yang paling fatal bila anda trauma berkepanjangan sebetulnya bukan orang lain, melaikan diri sendiri. Jika anda merasa tersakiti, toh orang yang menyakiti biasanya sudah tidak peduli. Dan bila anda berusaha ‘melawan’ atau ‘membalas’ rasa trauma itu, maka yang akan merugi juga diri anda sendiri, bukan pihak lain yang terlibat dengan anda.

Tak aneh, dalam ranah psikologi dikenal istilah ‘if you resist, persist’ [jika anda melawan, maka (masalah) akan terus menetap]. Jadi semakin dilawan, rasa sakit itu tidak akan hilang. Sebaliknya, ia akan semakin menghantui hidup anda. Ia akan terus – menerus meneror benak anda, hidup anda. Dan ujung – ujungnya anda akan semakin terluka dan tidak bahagia. Padahal, anda sendiri berhak bahagia. Andalah yang memiliki jiwa sepenuh hati untuk memilih bahagia atau tidak.

Reza G, seorang pakar penyembuhan holistic, pernah menganjurkan trik jitu untuk menyudahi rasa sakit secara perlahan – lahan. Menurutnya, cobalah anda memanfaatkan waktu dalam sehari untuk mengizinkan diri mengalami rasa trauma itu. Biarkanlah diri anda menangis dan bersedih karena rasa sakit itu dengan sehabis – habisnya duka. Tuntaskanlah di hari itu juga.

Setelah itu, berjanjilah di dalam hati untuk mengakhiri masa kelam itu di hari itu juga. Dan yakinilah di dalam hati bahwa anda bersiap menjalani hidup baru, anda bersiap memilih kebahagiaan untuk diri anda sendiri. Alangkah baiknya bila anda melakoninya di tengah malam sambil shalat tahajud. Mengadu dan menangislah bersama Allah. Siapkanlah proposal kebahagiaan anda yang baru bersama Sang Khalik untuk menapaki hari esok. Bismilah.

Ketiga, ikhlas dan bersabar. Barangkali, tak ada kunci sukses terbaik untuk menata hati dan jiwa – yang tidak menyinggung dua hal ini; ikhlas dan sabar. Ikhlas berarti memasrahkan dan melapangkan hati atas setiap musibah yang kita alami sebagai sebuah proses pembelajaran hidup, sebagai proses pematangan diri yang tengah Allah ajarkan. Setiap kesulitan dan segenap derita yang mengoyak jiwa akan terasa ringan bila dilalui dengan hati yang lapang, hati yang seperti melepaskan sekarung beban di bahu anda. Sedang, sabar berarti anda bersedia menanti sebuah anugrah baru dengan keyakinan hati bahwa Allah akan memberikan solusi dan jawaban terbaik yang baru. Bukankah, dalam firman-Nya, Allah azzu wa jalla menyeru hamba-Nya untuk senantiasa minta pertolongan dalam kondisi bersabar,”Minta tolonglah kamu sekalian (kepada Allah) dengan bersabar dan shalat! Sesungguhnya Allah bersama orang – orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 153)

SEJUMLAH TIPS

1. Beberapa lajang yang trauma kerapkali terpuruk lantaran cinta yang selama ini dikorbankannya dalam tingkat yang benar – benar ekstrem. Oleh karena itulah, belajarlah mencintai sekedarnya. Sebab, Anda hanya bisa mencintai total kepada Allah dan karena memang Dia yang layak dicintai dengan sehabis – habis pengorbanan. Dalam suatu hadits, Nabi bersabda: Cintailah teman (kekasih)-mu sekedarnya, sebab barangkali suatu saat ia bisa menjadi musuhmu….(HR Bukhari)

2. Belajarlah memaafkan diri sendiri bila selama ini anda merasa bersalah karena terlena oleh kisah asmara yang buta. Sebab, bagaimana anda akan membuka lembaran hidup baru bila di dalam diri anda masih tersimpan bongkah dendam dari rasa bersalah?

3. Berusahalah meditasi sambil berzikir. Tariklah nafas dengan menyebut asma-Nya di hati anda seraya meniatkan menjadi manusia baru. Dan buanglah nafas dengan juga menzikir nama-Nya sambil meniatkan membuang masa lalu yang buruk.

4. Berbagilah (curhat) dengan teman atau orang yang anda percaya baik dan bagus untuk diajak diskusi persoalan-persoalan hidup. Dengan begitu, insya Allah anda tidak akan merasa sendiri.

sumber : Anggun Majalah Pengantin Muslim Edisi 04 / II / April 2009

~ by glesyer on July 16, 2010.

Leave a comment